Senin, 22 Oktober 2012

[bromance] Forbidden Love

Title: Forbidden Love

Author: Rahma Qonita

Genre: bromance, family

Rating: general

Cast: Muhammad Akbar Rizki as Akbar
          Muhammad Iswahyudi as Yudi
          Bagus Ari Chandra as Chandra

Other cast: Anne Lestari as Anne *cuma cameo*

Length: Oneshoot

A/N: jangan membunuh gue setelah baca fanfic ini #deepbow *kemudian kabur*
**

All Yudi’s Pov

Ckrek ckrek

“Yap, kita akhiri pemotretan hari ini. Thank’s yo!”


“Oke, you’re welcome” ku anggukan kepalaku untuk mengucapkan sama – sama dan selamat tinggal pada beberapa model ku.  Pemotretan hari ini seperti biasa berjalan dengan lancar dengan hasil foto yang bagus dan berkualitas.

“Ngg .. baiklah. Setelah ku terima akan langsung ku tanda tangani.” Ku tolehkan kepalaku ke samping ketika mendengar suara Akbar yang tengah berbicara pada seseorang di line telepon. Wajahnya tampak sedih, tatapan matanya sendu. Aku tau, yang meneleponnya adalah istrinya. Atau mungkin lebih tepatnya perempuan yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya karna Akbar pernah bercerita padaku kalau ia akan bercerai dengan istrinya itu.

“Siapa?” tanyaku padanya setelah ku selesaikan merapikan alat – alat yang dibutuhkan untuk pemotretan hari ini.

“Tak ku beritahu pun kau sudah tau, Yudi.” Ungkapnya lemas sambil mendudukkan dirinya di sofa coklat yang memang sudah disediakan perusahaan untuk para model duduk – duduk sambil menunggu giliran mereka berpose.

“Oh ..” responku, singkat. Ternyata benar dugaanku, “memang dia tidak memikirkan anak kalian?” tanyaku padanya sambil mendudukkan diriku di sampingnya.

“Hhh …” Akbar menghela napas panjang sambil menggeleng pelan. Aku tau sebenarnya ia tidak mau perceraian ini terjadi. Karna yang ku tau, ia masih sangat mencintai istrinya itu dan dia juga tak ingin anaknya yang ku ingat masih berumur lima tahun itu sudah merasakan perceraian kedua orang tuanya.

“Semangat dong!! Gue yakin Anne sudah berpikir bermilyaran kali untuk melayangkan surat cerai itu ke apartemen lo besok. Gue rasa, perceraian kalian ini terbaik baginya.” Ujarku memberi semangat.

“Ya, gue pikir juga begitu. Tapi hak asuh Chandra akan gue pertahankan di pengadilan. Tak ‘kan gue biarkan Chandra diasuh oleh Anne. Wanita karir seperti dia mana bisa mengurus anak berumur lima tahun macam Chandra-ku yang imut itu. Haha …” tekadnya sambil tertawa garing.

“Good job! Ayo sekarang kita pulang!” ajakku sambil menarik lengannya untuk mengajaknya pulang.
**

                Seminggu setelah sidang perceraian Akbar dan Anne terjadi aku makin lengket dengan Akbar. Mengapa? Karna bisa dibilang diantara hampir semua teman Akbar di perusahaan pemotretan ini, hanya aku yang terbilang dekat dengannya, selalu ada untuknya, mendengar keluh kesahnya, dan bahkan bisa dibilang aku sudah seperti pengganti Anne untuknya. Hak asuh Chandra juga akhirnya bisa dimenangkan oleh Akbar tanpa perlawanan dari Anne.

“Yud, masih lama? Gue mesti jemput Chandra di tempat penitipan anak nih.” Bisik Akbar saat aku tengah memotret beberapa model untuk cover majalah perusahaan.

“Satu model lagi, tunggu ya. Gue juga mau ikut jemput anak lo!” balasku setengah berteriak.

“Only five minutes! Kalau lebih, lo gue tinggal!” ancamnya kemudian pergi dari ruang pemotretan.

@Penitipan Anak
“Chandra, Papa Akbar sudah jemput.” Ucap seorang perempuan yang ku yakini pekerja di tempat Akbar menitipkan Chandra.

“Papa~” tak lama kemudian muncullah seorang anak kecil laki – laki yang kira – kira berumur lima tahun sambil berlari – lari kecil ke arahku dan Akbar yang tengah duduk di ruang tunggu.

“Chanchan … Ayo sini!” Akbar beranjak dari duduknya dan berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Chandra. Mereka berpelukan sejenak sebelum akhirnya Akbar menggendong Chandra.

“Pa, ini siapa?” Tanyanya dengan logat khas anak kecil sambil menunjuk diri ku yang dari tadi hanya bengong melihat kegiatan anak – ayah itu.

“Oh, ini Om Yudi, temannya papa.” Jawab Akbar memperkenalkanku.

“Halo Chandra. Saya Om Yudi. Salam kenal^^” ucapku sambil memasang senyum semanis mungkin dan mengulurkan tanganku ke arah Chandra.

“Halo Om Yudi. Aku Chandla.” Ucapnya cadel sambil menjabat tanganku.

“Mau permen?” tanyaku sambil mengeluarkan sebuah permen kojek dari dalam saku bajuku yang memang sudah ku siapkan sebelum ke sini bersama Akbar.

“Mauu ….” Ucapnya semangat sambil mengulurkan kedua tangannya untuk meraih permen kojek yang ku acungkan di hadapannya.

“Bilang apa sama Om Yudi?” Tanya Akbar.

“Telima kasih Om Yudi.” Jawabnya sambil memeluk permen kojek pemberianku dan tersenyum sangat lucu.

Anak yang menggemaskan, gumamku.
**

                Ku lirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Tepat pukul tujuh. Ku kenakan jaket hitamku dan ku langkahkan kaki ku menuju motor ninja kesayanganku. Malam ini, aku akan dinner bersama Akbar dan Chandra di apartemen Akbar.

                Jarak rumahku ke apartemen Akbar lumayan jauh. Sekitar 4 kilometer ke arah selatan. Tapi demi Akbar dan Chandra, sejauh apa pun jarak rumahku dan apartemen mereka pasti akan ku tempuh walau hujan badai datang menghadang.

Ting tong.

Ku tekan beberapa kali bel apartemen Akbar. Sambil menunggu sang penghuni membukakan pintunya untuk ku, ku pastikan kembali kalau penampilanku sudah sangat rapi.

“Huweee aku ngga mauuu … aku mau Mama !!! aku gak mau makan kalau bukan Mama yang suapinin Chandla. Mama …. Huwee …” ku dekatkan telinga ku ke pintu apartemen Akbar ketika telingaku menangkap suara Chandra yang menangis.

“Mama?? Makan??” tanyaku bingung.

“Ssstt … Chandra jangan menangis ya. Nanti Mama pasti ke sini kok tapi Chandra makannya sama papa dulu ya. Nanti baru sama Mama, oke?”

“Ngga mauu … maunya sama Mama .. huweee …”

“Aduh Chandra jangan menangis dong. Papa pusing nih! Kamu makan sama papa aja yaa ..”

“Ngga mau … Chandla maunya makan sama Mama! Papa jahat !! Huwee …”

Aku hanya bisa diam mematung di depan pintu. Aku yakin, pasti Akbar sedang kebingungan sekarang. Dia pasti sedang berpikir keras bagaimana caranya menyuruh Chandra agar makan tanpa disuapini atau tanpa ditemani Anne. Ck, sedikit menyusahkan.

“Chandra, ayo buka mulutnya! Aaa …”

“Gak mau !! Maunya makan disuapinin sama Mama !!”

“Chandra, Mama kamu tuh udah gak sayang sama kamu! Dia gak bakal mau nyuapinin kamu lagi! Mama udah pergi! Mama udah punya keluarga baru!” mataku membulat sempurna ketika mendengar Akbar berteriak keras membentak Chandra. Sepertinya Akbar sudah tidak kuat menangani Chandra sendirian. Dan yang harus ku lakukan adalah masuk tanpa permisi untuk menenangkannya.

Kriett ..

Ku buka pelan pintu apartemen Akbar dan pemandangan pertama kali yang ku lihat adalah Chandra yang tengah menangis sambil melemparkan semua mainannnya ke sembarang arah. Ckck .. pemandangan yang menyedihkan.

“Huwee papa bohong !! papa yang jahat sama Chandla! Papa yang gak sayang sama Chandla! Huwee .. Mama ….”

“DIAM! Jangan menangis lagi! Sana masuk kamar!” Chandra langsung bangun dan berlari ke kamarnya dengan tangis yang semakin terdengar memilukan.

Blam

Dapat ku dengar suara pintu kamar yang ditutup secara kasar.

“Akbar ..” panggilku sambil mendekatinya.

“Yudi … lo …”

Grep

Akbar langsung berlari dan memelukku. Dapat ku dengar isak tangisnya dan dapat ku rasakan tubuhnya yang bergetar karna menahan tangisnya.

“Ssssttt .. sabar Bar. Lo harus sabar ngadepin Chandra. Anak seumur dia emang masih sangat membutuhkan seorang mama. Udah lo jangan nangis!” ucapku menenangkannya.

“Hiks hiks .. tapi gue udah ngebentak dia tadi. Gue bukan papa yang baik buat dia, Yud. Gue papa yang jahat! Seharusnya—“

“Sst …” ku lepaskan pelukannya dan ku hentikan kata – katanya dengan menempelkan jari telunjuk ku di bibirnya, “lo gak jahat. Lo Cuma bingung harus ngapain. Sekarang mending lo tenangin pikiran lo dulu. Gue akan ngebujuk Chandra untuk mau makan. Oke?”

“Tapi—“

“Sstt .. udah tenang. Serahkan semuanya sama gue. Oke?” setelah ku lihat anggukan –agak ragu- dari Akbar, ku langkahkan kaki ku menuju kamar Chandra.

Berkali – kali ku hirup dan ku hembuskan udara di sekitarku. Ku tatap mantap pintu berwarna putih dengan tulisan “Chandra’s room”.

Oke Yudi, lo pasti bisa!, gumamku memberi semangat.

Tok tok tok

“Chandra, ini Om Yudi. Boleh om masuk?”

Tak ada jawaban. Hanya keheningan yang ku dapat.

Tok tok tok

“Chandra … Om Yudi punya permen kojek loh~ mau gak?”

Kembali. Tidak ada jawaban dari bocah itu.

“Chan—“

Krieett …

Akhirnya sesosok anak kecil yang namanya ku sebut berulang kali membuka pintu kamarnya untuk ku. Walau hanya terbuka sedikit, tapi dapat ku lihat tatapan harapan pada wajah melas sosok itu.

“Boleh om masuk?” tanyaku sekali lagi memastikan dan dijawab anggukan oleh Chandra.
**

“Chandra kenapa nangis?” tanyaku basa – basi setelah diperbolehkan masuk oleh Chandra.

“Papa jahat om! Papa gak sayang sama Chandla!” ucapnya dengan suara parau.

“Kok gitu? Papa sayang kok sama Chandra.”

“Ngga om! Papa jahat! Masa papa bilang kalau mama udah gak sayang sama Chandla. Papa juga bilang mama udah punya keluarga baru dan mama udah ngelupain Chandla. Chandla gak pelcaya. Mama Chandla kan baik. Ya kan, om?” ku tatap kedua bola mata yang masih berair itu. Ada pengharapan jawaban kejujuran di sana. Ya Tuhan, mengapa kau tega menakdirkan anak ini hidup dalam keluarga yang sudah bercerai? Dia masih kecil Tuhan.

“Om Yudi …”

“Eh oh … hehe maaf om melamun.”

“Huh si om ini -_-“

“Hmm sekarang gini, dengerin kata Om Yudi yaa …” ku persempit jarak di antara kami. Ku tatap lekat – lekat kedua bola mata Chandra, “setiap manusia itu ada yang beruntung dan tidak beruntung. Itu semua tergantung bagaimana orang itu menyikapinya. Mungkin Chandra gak ngerti sama omongan Om Yudi karna Chandra masih kecil dan mungkin kalau Chandra sudah besar nanti baru Chandra akan mengerti omongan Om Yudi ini.” Ku hentikan ucapanku sejenak. Memastikan kalau Chandra masih fokus padaku.

“Mungkin untuk sekarang ini Chandra termasuk manusia yang tidak beruntung karna papa dan mama Chandra sudah pisah. Mereka gak tinggal bersama lagi.”

“Kenapa?” tanyanya dengan tatapan polos padaku.

“Karna suatu hal. Om juga gak tau hal apa itu.”

“Pasti kalna papa nyakitin mama, ya kan?”

“Bukan. Papanya Chandra justru baik dan mamanya Chandra lah yang minta pisah.”

“Kenapa? Apa mama selingkuh sama lelaki lain?”

“Kalau itu om gak tau pasti. Intinya mama dan papanya Chandra udah gak bisa tinggal bersama lagi. Udah gak bisa jagain Chandra bareng – bareng lagi. Mereka udah punya kehidupan masing – masing. Apa Chandra mengerti itu?” Chandra diam, sepertinya ia mencerna setiap kata yang terucap dari bibirku.

“Aku ngelti kok om. Tapi kenapa harus Chandla yang alamin? Kenapa gak olang lain aja om?” mata Chandra kembali berair. Perlahan buliran Kristal bening itu kembali mengaliri pipinya yang putih.

“Ngga. Bukan Chandra doang yang mengalaminya. Di luar sana banyak anak sekecil Chandra yang mengalami hal ini dan mereka semua menerimanya dengan lapang dada. Mereka kuat menjalani hidup walau Cuma tinggal serumah dengan papa atau mamanya doang.”

“Benel om?? Benel kaya begitu??” tanyanya memastikan dengan suara yang semakin parau.

“Bener dan Om Yudi harap, Chandra juga bisa kuat seperti mereka. Chandra harus tetap bahagia walau cuma tinggal sama papa. Oke?” Chandra diam, dia hanya meremas ujung kaus hijaunya, “Chandra kan anak laki – laki. Anak laki – laki tidak boleh lemah.”

“Tapi Chandla sayang sama mama, om. Chandla mau punya orang tua lengkap seperti teman – teman Chandla yang lain. Hiks hiks ..” ia terisak, terdengar memilukan.

“Om mau kok jadi mamanya Chandra.”

“Emang bisa om? Om kan laki – laki.”

“Di dunia ini gak ada yang gak mungkin sayang.” Ucapku sambil menyeka air matanya.

“Tapi om jadi papa Chandla aja. Papa Akbal yang jadi mama.”

“Loh? Kenapa begitu?”

“Soalnya papa Akbal kalau dipelhatikan cantik sih kaya Miyabi, hehe …”

“Hah?” aku terbengong mendengar ucapan Chandra. Ternyata Akbar sudah menebar virus kepada anak semata wayangnya ini -_-.

“Chandra …” aku dan Chandra menoleh. Akbar sudah berdiri di ambang pintu kamar dengan linangan air mata.

“Papa …” seru Chandra sambil berlari dan memeluk Akbar yang sudah stand by merentangkan tangannya untuk menyambut Chandra.

“Maafin papa ya sayang.”

“Ngga ah.” Ucap Chandra yang membuatku dan Akbar shock.

“Kenapa? Kenapa Chandra gak mau maafin papa?” Tanya Akbar dengan nada sedih.

“Chandla mau maafin papa kalau papa belsedia jadi pengganti mama dan nikah sama Om Yudi.”

Blush

Muka ku langsung memanas dan memerah, begitu pun juga Akbar.

“Mau kan pa???” Tanya Chandra yang menggoyangkan kedua bahu Akbar.

“Tapi kan Om Yudi itu laki – laki, sayang.”

“Gak apa. Gak ada yang gak mungkin di dunia ini, pa.” ku tutup wajahku menggunakan kedua tanganku. Ternyata aku sama saja dengan Akbar. Sudah menebarkan virus yang berbahaya pada Chandra.

“Err … Baiklah. Papa mau kok.”

“Yeaayy …”
**

Blam

“Hhh …” aku dan Akbar menghela napas panjang setelah berhasil menyuruh Chandra makan dan tidur. Malam yang sungguh melelahkan dan menakjubkan.

“Eng … gue pulang dulu ya.” Pamitku ketika sudah sampai di ambang pintu utama apartemen Akbar.

“I-iya. Hati – hati ya.” Jawab Akbar sedikit tertunduk.

“O-oke ..” ntah mengapa suasana di antara kami berdua jadi canggung. Aku hanya bercanda soal tadi dan aku berharap Akbar juga berpikiran sama. Tapi –

“Yudi! Tunggu!” ia menahan kepergianku dan secara mendadak mencium pipiku, “makasih udah mau jelasin semuanya ke Chandra.” Ucapnya dengan kepala sedikit tertunduk dan rona merah tipis di pipi putihnya.

“I-iya sama – sama. Gue kan teman lo jadi ya gue pasti bantu lo kok.”

“Jadi kita cuma teman?” Tanya dengan tatapan sendu.

“Eh .. emang—“

“Jadi semua yang lo bilang ke Chandra itu Cuma .. hiks hiks lo tega Yud! Lo tega!” Akbar menangis kemudian berlari masuk ke dalam apartemennya. Tapi untungnya berhasil ku kejar dan langsung ku tarik tubuhnya ke dalam pelukanku.

“Ssstt … jangan nangis lagi. Nanti Chandra bangun!” bisik ku di telinganya dengan posisi masih memeluknya.

“Hiks hiks … gue kira lo ngomong kaya gitu ke Chandra karna emang lo cinta sama gue Yud. Tapi nyatanya .. hiks hiks … lo mempermainkan gue!” omelnya sambil terisak.

“Sstt .. dengerin gue!” ku lepaskan pelukanku dank u pegang kedua bahunya sambil menatap dalam matanya, “awalnya gue ngomong gitu supaya Chandra berhenti nangis. Tapi ternyata pada akhirnya gue serius. Rasa itu emang ada dan semakin besar hingga detik ini. Gue suka sama lo! Ah bukan, tapi gue cinta sama lo!” Akbar menutup mulutnya yang terbuka dengan sebelah tangannya. Buliran Kristal bening kembali mengaliri pipinya, “gue tau ini cinta terlarang tapi gue gak bisa mendam terus rasa ini. Lo cinta sama gue juga ‘kan?”

Hening pada awalnya, tapi setelah Akbar menganggukkan kepalanya, aku kembali memeluknya dan terdengar isak tangis bahagia dari bibirnya.

“I love You, so much.”

“Love you too.” Perlahan ku dekatkan wajahku dengan wajahnya. Tinggal beberapa centi lagi bibir kami akan terpaut tapi teriakan Chandra membuat kami terpaksa menunda ciuman kami.

“Ma, kok Papa Yudi belum pulang juga? Kenapa kalian berdiri dekat sekali?”

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar